Langsung ke konten utama

The First Exam, The First Value

Hallo...
Saya mau berbagi pengalaman selama UTS nih, yang mana UTS saya tinggal 2x lagi. Tanggal 17 dan tanggal 22. Jadi sekarang libur dong? Yoi, tapi ngk asik. Kenapa? Jeda waktunya sangat lama membuat saya bosan dan bingung harus apa di kosan :D Lupakan soal itu..

Selama saya UTS yang merupakan ujian pertama di bangku perkuliahan, tidak banyak berbeda saat saya masih SMA dulu. Bermacam cara teman agar dapat menyontek dan bekerjasama, beragam sifat dan sikap pengawas, mulai dari yang cuek, biasa saja, sampai yang tegas dan kaku sekalipun. Yang berbeda disini hanya bentuk soal UTSnya. Selama saya UTS dulu di SMA bentuk soalnya hanya pilihan ganda. Tapi disini ada pilihan ganda, essay, pilihan ganda dan essay. Ya tergantung dosen yang bersangkutan maunya seperti apa.

Yang mau saya bahas dipostingan kali ini yaitu, proses menuju hari H UTS tersebut. Dari yang saya lihat dari teman-teman saya, beragam juga cara mereka menghadapi UTS. Ada yang benar-benar belajar, belajar sambil bermain, dan ada juga yang sangat cuek. Yang bikin kesal itu yang cuek ini, kita sebelum ujian dikasih kisi-kisi materi apa yang bakal keluar kan? Nah dia tinggal minta jawaban aja. Sedangkan kita belajar untuk mendapatkan hasilnya. Kalau saya pribadi selama UTS ini lebih banyak belajar bersama. Kecuali untuk materi hafalan saya belajar sendiri. Walaupun pada dasarnya saya lebih suka belajar sendiri. Kenapa? Karena kadang belajar bersama itu lebih banyak mainnya, dan lebih banyak adu mulut soal perbedaan pendapat dan hasil jawaban.

Teman juga ngk selama bakal ngasih hal yang benar ke kita loh. Maksudnya disini adalah, saat kita menanyakan jawaban contoh soal, dia menjawab "belum dijawab" atau "jawabannya belum ketemu". Eh, tau-tau pas kita tanya teman yang lain cara nyari jawabannya gimana, "itu si A yang ngasih tau". Ngeselin kan? Hahaha...banyak banget orang yang seperti itu. Keliatan seolah-olah hanya dialah yang berhak mendapat jawaban tersebut dan nilai bagus hanya milik dia seorang.

By the way, UTS ini merupakan nilai awal yang akan disimpan dan nantinya akan digabung dengan nilai UAS untuk menentukan IPK semester 1. Dan saya punya ambisi yang sangat besar terhadap IPK tersebut. Tapi ambisi saya bukan ambisi buta yang menghalalkan segala cara ya. Menurut kalian, IPK tinggi itu penting dan berguna ngk sih? Rata-rata menjawab pasti penting ya. Sependapat dengan saya, IPK tinggi itu penting karena bisa membahagiakan orang tua dan keluarga, lebih mudah mendapat akses beasiswa, dan simpanan awal untuk melangkah kerja nanti. Namun yang berpendapat IPK tinggi itu tidak penting juga tidak salah.Karena memang kesuksesan seseorang tidak bergantung pada nilai IPK. Namun lebih baik seimbang, antara IPK tinggi dengan ber-sosialisasi juga tak lupa.
Sesuai dengan isi salah satu blog yang saya baca: (http://cdc.unsri.ac.id/index.php/posting/105)

Pertama, IPK itu harus diperoleh dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik, tidak boleh nyontek dan plagiat; sehingga IPK tersebut memang merupakan indikator kemampuan intelektual dari yang bersangkutan.

Kedua, IPK tinggi tidak dapat menjamin kesuksesan karir seseorang dalam jangka panjang. Oleh sebab itu masih perlu dilengkapi dengan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial (atau bahasa kerennya ‘kecerdasan emosional’). Kemampuan ini bisa diasah selama kuliah melalui kegiatan ekstra kurikuler dan lebih perlu ditajamkan lagi pada saat sudah bekerja.

Ketiga, sebetulnya yang lebih penting adalah seberapa banyak ilmu pengetahuan yang berhasil diserap selama kuliah, seberapa luas dan intensif jaringan yang mampu dibangun selama kuliah, dan citra positif yang terekam dalam benak orang-orang di sekitar kita.

Semoga kita bisa meraih IPK tinggi dengan cara yang benar dan jujur ya, tentunya tanpa melupakan kegiatan ber-organisasi. :)

Komentar